Menu Tutup

Kisah Hijrah : Pada Permulaan

Oleh : Aulia Safira (auliasafira17@gmail.com)

 

Hai sahabat, tidak ada yang lebih canggung dari waktu pertama atau permulaan dalam memulai sesuatu.

Permulaan hijrah misalnya.

Saat saya memulai hijrah, tentunya tidak serta merta saya hijrah,

Setelah saya scroll kembali timeline akun berbagai media sosial saya, contohnya akun LINE saya,

pada permulaan saya ingin menuju Allah, saya cukup sering me-repost materi seputar syiar dan dakwah dari akun official LINE, namun tergelitik hati saya saat melihat privacy yang saya gunakan, yaitu ada simbol gembok atau dalam kata lain postingan itu only me, yang mana hanya saya seorang yang dapat membaca postingan tersebut.

Segitu malunya saya pada waktu itu, khawatir dibilang berubah, meski insya Allah berubahnya kepada hal yang lebih baik.

Kejadian itu berlangsung pada awal 2015, tidak saya izinkan ada orang lain pada waktu itu melihat pesan baik yang sedang saya bagikan.

 

Setelah saya menelisik ulang, ya, waktu itu saya malu. Saya khawatir.

Takut, takut dianggap sok suci, malu dengan teman-teman sepermainan, yang kita semua biasanya kalau post status hanya kisaran asmara, hati yang galau, dan juga seputar kegiatan sehari-hari yang ingin kami bagikan pada dunia.

 

Namun, Alhamdulillahnya, waktu berjalan, pada permulaan masa hijrah saya menuju Allah, Allah perkenalkan saya dengan lembaga dakwah tingkat fakultas, di tempat saya menuntut ilmu, yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, sebut saja FSI FEB UI, melalui LDF tersebut saya banyak berteman, berkenalan, bersahabat, berdiskusi dengan orang-orang shalih.

Ditambah lagi tahun 2016; saya bergabung dengan lembaga dakwah tingkat universitas, sebut saja Salam UI.

Hal tersebut lambat laun membuat saya semakin akrab dengan agama saya sendiri. Semakin melihat dakwah yang mereka lakukan, meski semua itu berawal dari langkah kecil, yaitu membagikan postingan seputar dakwah.

Makin kesini semakin merasa nyaman, akrab, dan rasanya aneh kalau tidak membagikan sesuatu yang bermanfaat, ngapain dishare kalau hanya sekadar keluh kesah, pikir saya hal tersebut tak akan membuat keadaan saya semakin membaik, dan tak juga membuat keadaan orang yang membaca post saya itu menjadi lebih baik.

 

Dari sini saya pahami, awalnya canggung tapi berujung jadi kebiasaan.

 

Hal ini hampir terjadi pada semua hal sepertinya.

Ingatkah engkau, betapa canggungnya kau saat bertemu teman baru?

Semua masih serba malu-malu karena belum mengenal, namun setelah kenal dekat dapat akrab sekali.

 

Ingatkah pada permulaan kuliah? Dikampus baru? Bertemu orang baru? Canggung melihat dosen?

Senior yang membuat kita menunduk? Hingga saat pada waktu yang lama kita mulai terbiasa, merasa tak asing lagi dengan suasana yang semula tak dikenal, menjadi akrab dengan mereka semua.

 

Sangat indah bila kita mengikuti alur dan mencoba akrab dengan kebaikan-kebaikan, namun sayangnya teori ini tidak berlaku sekadar untuk kebaikan, bagaimana jika pada kemaksiatan?

Sepertinya hal ini juga berlaku -trust me, it works kalau kata salah satu iklan di media.

 

Ambil contoh sederhana, wanita yang melepas hijabnya, pasti apabila wanita sudah terbiasa berhijab, kemudian saat ada orang lain yang bukan mahram melihat meski hanya sehelai rambutnya akan merasa risih, namun ketika hidayah keluar dari dirinya, dan ia memutuskan perkara yang tidak tepat, yaitu melepas hijab, pada permulaan mungkin ia hanya memajang foto tanpa hijab di media sosial miliknya, kemudian ternyata mendapat respon positif dari teman lelakinya, banyak yang berkata ia terlihat lebih cantik, lebih manis dengan rambutnya yang tergerai.

Setelah itu, wanita tersebut mencoba keluar rumah tanpa hijab, masih dengan pakaian lengan panjang disertai bawahan yang menutup aurat, ternyata karena hidayah lepas dari cengkeramannya, ia merasa lebih segar dengan angin yang meniup rambutnya, dengan siulan para lelaki di ujung jalan yang terpesona dengan keindahan paras dengan penampilan barunya, dan juga banyakanya friend request pada medsos maupun followers dan like yang meningkat disebabkan foto yang baru saja ia unggah. Sampai suatu hari ia berjalan ke mall, melihat fashion wanita yang begitu menggoda untuk dikenakan, hingga ia membeli pakaian-pakaian barunya, mulai dari celana jeans ketat selutut, rok mini, pakaian lengan pendek, dan pakaian you can see lainnya. Awalnya masih canggung, masih risih, namun wanita ini melihat banyak idolanya diinstagram yang begitu cantik mempertontonkan auratnya, dipuja para lelaki, dikomentari wanita lain dengan sebutan “body goals”, emot love dari banyak penggemarnya, hingga hatinya merasa terpanggil ikut meniru perbuatan buruk tersebut. Sampai kemudian ia merasa tak malu lagi mengenakan pakaian “you can see” tersebut, bahkan merasa bangga, merasa cantik, merasa jadi wanita sesungguhnya dan merasa gaul. Hidayah yang pernah hinggap perlahan futur disebabkan permulaan yang buruk pada hal coba-coba melepas hijab.

 

Hmmm….. benarkan awalnya canggung, namun semakin dekat, semakin akrab, semakin jadi kebiasaan lambat laun bergemul dengan hal yang ditekuni.

 

Semoga saya pribadi bisa mengambil ibroh dari tulisan ini, semoga kita semua terus menerus ada pada permulaan yang baik, hingga akhirnya bisa merasa akrab dengan kebaikan.

 

Terus untuk kemaksiatan? Jangan sekali-sekali kita memulai, nanti perlahan rasa malu memudar dan kemaksiatan dapat menjadi sahabat dekat. Naudzubillahi min dzalik, semoga Allah jauhkan kita dari segala permulaan yang buruk, karena Allah telah larang untuk mendekati kemaksiatan, untuk mendekat saja tidak boleh, apalagi larut dalam permulaan hingga mencoba dan dapat akrab.

 

Akhir kata, yuk kita berhijrah, dimulai dari langkah kecil. Memang jalan hijrah ini gak semulus jalan tol, tapi makin hijrah kamu akan menemukan lebih banyak ujian tampaknya, dan sayapun merasakan, mulai dari ketidaksetujuan keluarga, teman yang menjauh, serta banyak orang yang merasa saya aneh dalam tanda kutip “tidak lagi senakal dulu” mungkin.

 

Allah SWT berfirman:

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, Kami telah beriman dan mereka tidak diuji?”

(QS. Al-‘Ankabut 29: Ayat 2)

Jadi terlihat dari firman Allah di atas, semakin kita berusaha meningkatkan keimanan, tentunya akan semakin banyak ujian, tapi balik lagi, dibalik kesulitan, akan ada kemudahan, intinya percayakan semua kepada Allah, Sang Pencipta.

 

Sebagai penutup,yuk kita semua berdoa, semoga terus Allah beri petunjuk, jangan sampai cahaya hidayah-Nya terlepas dari cengkraman,

Semoga Allah karuniakan banyak kebaikan bagi saya dan pembaca umumnya.

Semangat ber-Fastabiqul Khairat!

Tinggalkan Balasan

Translate »
WhatsApp us