Menu Tutup

Menulis Doa

Iya. Betul. Saya suka menulis doa. Kenapa? Jadi catatan sejarah juga buat saya, istri, keluarga, dan anak-anak keturunan saya. Doa yg diketahui bahwa doa ini dikabul. Dan percayalah. Doa itu bukan hanya dikabul. Tapi, dikabulnya lebih.

Perjalanan atau proses, ya tentu ada. Dinikmatin aja. Makan kan juga ga tau-tau ada. Kudu belanja dulu, masak dulu. Kayak gitu.

Nulis lagi shalawatnya, istighfarnya, tasbihnya, di kolom komen ini, juga doanya, gapapa banget. Repitisi itu bagus. Pengulangan itu bagus. Sering-sering jadinya.

Tapi, Tidak sedikit orang yg males-malesan disuruh nulis shalawat, nulis istighfar, nulis tasbih. Terus nulis doa. Dianggapnya, kegiatan apa sih? Ada2 aja. Padahal dengan demikian, bukan hanya terucap dan terbaca. Tapi juga tertulis.

Sebagian lagi tambah males jika berulang dan berulang. Kan kemaren udah? Katanya. Padahal jika disuruh guru untuk ngucap, baca, dan nulis, 100 hari pun, itu sangat baik adanya. Jadi displin selama 100 hari mengucap, membaca, dan menulis doa. Kalo perlu sengaja diprogram untuk pengucapan, pembacaan, dan penulisan doa, dan impian2, selama 100 hari. Top banget.

Silahkan. Tulis yg riang, penuh semangat, cair, rileks, yakin… Tulis shalawat, istighfar, tasbih, doa-doa, dan impian-impian… It’s yours. Your tulisans, your doa, your drims… And you will get all insyaa Allah bi idznillaah.

Share this tu others. Let them write, spell, and say too… Like you

Tinggalkan Balasan

Translate »
WhatsApp us