Menu Tutup

SHOLAT PEMBENTUK KARAKTER TERBAIK

Karakter seseorang itu bisa diubah, jika di dunia itu baik maka di akhirat itu dia bisa menjadi orang yang baik juga, jika ingin menjadi orang yang tenang dalam shalatnya maka ketenangan itu bisa ia dapatkan, syaratnya melatih dan membiasakan diri untuk memasukan memori-memori yang baik dalam pikiran kita. Dengan seperti itu berarti dia telah mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar melalui shalatnya.

Setiap muslim pasti ingin merasakan ketenangan dan kekhusyu’an dalam melaksanakan shalat. Shalat merupakan ibadah yang paling utama dan menjadi amal yang paling pertama kali dihisab di yaumil akhir. Barang siapa yang shalatnya baik, maka seluruh amalnya pun menjadi baik, begitupun sebaliknya. Shalat menjadi sarana seorang hamba untuk “bermesraan” dengan Rabb-nya. Namun, betapa sulitnya menggapai dan meraih kekhusyu’an dalam setiap shalat-shalat yang kita lakukan. Gambaran-gambaran kehidupan dunia sering sekali terlintas dalam pikiran kita ketika shalat. Sementara, yang kita peroleh setelah shalat ditunaikan, hanya letih semata, hampir tidak tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari.

Apa penyebab ini semua? Apakah kita kurang memahami arti kekhusyu’an dalam shalat kita? Ataukah mungkin kehidupan dunia telah membuat kita terlena? Alhamdulillah, pada edisi kali ini tim Shaff akan menguraikan penuturan ustadz Abu Sangkan yang fokus untuk memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang meraih kekhusyu’an dalam shalat yang berhubungan dengan keseharian seorang muslim, berikut penuturannya:

Pada dasarnya, khusyu’ itu bukan hanya untuk shalat saja, akan tetapi untuk segala macam aktifitas seorang muslim, jadi ciri dari orang yang khusyu’ itu  mampu sabar dalam shalatnya. Sebagaimana firman Allah swt: “Mintalah tolong kepada Allah swt dengan sabar dan shalat”, dan hal itu sangatlah berat dilakukan kecuali bagi orang yang khusyu’. Siapa orang yang khusyu’ itu? Orang yang khusyu’ itu adalah orang yang memiliki keyakinan kepada Allah swt dan dia yakin suatu saat akan kembali kepada Allah swt, dan dia selalu mengingat Allah swt dalam setiap keadaan.

Banyak orang yang mengartikan khusyu’ itu hanya dalam shalat saja. Hal ini sangatlah tidak tepat, karena orang yang khusyu’ itu adalah orang yang yakin dengan Allah swt, orang yang sedang berdiri dihadapan Allah (pertemuan dengan Allah). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Fii Zhilalil Quran, dalam tafsir tersebut Said Quthb mengatakan, “Shalat itu penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya”, maka dari itu orang yang bisa “nyambung” dengan Tuhannya (Allah swt) adalah orang-orang yang shalat.

Adapun hal-hal yang perlu disiapkan seorang muslim untuk menggapai khusyu’ dalam shalatnya adalah persiapan keimanan dan keyakinan kepada Allah swt orang yang tidak beriman dan tidak yakin maka tidak akan bisa merasakan khusyu’ dalam shalatnya. Banyak orang yang hatinya tidak terbuka, untuk yakin kepada Allah swt. Jika seseorang tidak yakin bahwa Allah swt sedang melihatnya, maka wajah kita pun terlihat tidak yakin dalam pandangan Allah swt. Hal ini menunjukan bahwa dia tidak serius untuk menghadap Allah swt.

Seorang yang yakin bahwa Allah swt melihatnya ketika sedang shalat, maka akan terasa di dalam hatinya bahwa Allah swt itu dekat dan menatapnya, sehingga orang ini dapat dikatakan “nyambung” dengan Allah swt. Shalat yang dilakukan seseorang harus dilandasi sikap hati yang bersedia (menerima) tunduk dan patuh ketika shalatnya. Orang yang bersedia tunduk dan patuh kepada-Nya maka akan turun perasaan dingin mengalir dan tenang di dalam hati. Ketika kita tidak bersedia (tidak menerima), terburu-buru, maka tidak akan dapat kekhusyu’an itu.

Langkah-langkahnya adalah praktekan takbir secara perlahan, rasakan takbir dengan ucapan betul, rukuk dengan gerakan yang sempurna dan ketenangan itu tiba-tiba akan turun ke dalam hati. Dan itu bisa kita buktikan kepada siapa pun yang gelisah dalam hidupnya. Sebagaimana Allah swt berfirman yang artinya : “Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, maka hati akan menjadi tenang”.

Untuk menggapai shalat yang khusyu’ yang perlu juga diperhatikan adalah tata cara berwudhu. Berwudhu merupakan syarat diterimanya shalat dan merupakan sarana pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Dalam proses berwudhu’ ada beberapa aspek yang terjadi, yaitu aspek fisiologis, aspek psikologis, dan juga aspek mental. Dengan air wudhu tadi, kita akan ditenangkan pikiran dan hati kita. Dengan kondisi yang bersih, tentu akan berpengaruh pada kejiwaan kita, begitupun sebaliknya.

Shalat memang amalan yang pertama kali di hisab di akhirat, akan tetapi orang-orang yang shalatnya sempurna itu akan merasakan dampak dari shalatnya di dunia. Di sinilah (dunia) karakter dan niat dibentuk, setiap pekerjaan pasti harus diniatkan terlebih dahulu, jika niatnya lurus dan sungguh-sungguh, insya Allah sukses. Kemudian anda berkata benar, jujur, berwibawa, maka anda akan diangkat derajatnya di dunia. Dan shalat merupakan pembentuk karakter yang terbaik. Dalam Karakter building, sesuatu yang diulang-ulang itu akan masuk ke dalam memori kita, setelah kata-kata baik dalam shalat itu masuk ke dalam memori maka akan terprogram dalam pikiran kita. Ketika seseorang takbir, maka ketika itu juga ia hendaknya melepaskan kejahatan, kesombongan, dan sifat-sifat buruk lainnya. Sehingga hati kita hanya tunduk kepada Allah dan menyimpannya di otak.

Karakter seseorang itu bisa diubah, jika di dunia itu baik maka di akhirat itu dia bisa menjadi orang yang baik juga, jika ingin menjadi orang yang tenang dalam shalatnya maka ketenangan itu bisa ia dapatkan, syaratnya melatih dan membiasakan diri untuk memasukan memori-memori yang baik dalam pikiran kita. Dengan seperti itu berarti dia telah mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar melalui shalatnya.

Pada dasarnya untuk mempertahankan kekhusyu’an itu adalah dengan banyak mengingat dan berdzikir kepada Allah swt. Dalam keadaan dan kondisi apapun misalnya, berdiri, duduk, dan berbaring dia selalu mengingat Allah. Dan itu semua tidak perlu kita buat, melainkan sudah diatur oleh Allah swt.

Yang perlu dipahami bahwa shalat yang kita lakukan itu sangat berbeda dengan sembahyangnya orang Hindu, shalat tidak sama dengan meditasi Yoga. Di dalam shalat kita tidak ada perantara seperti halnya meditasi, begitu pun dengan do’a. Ketika meditasi berarti anda memberhentikan pikiran anda sampai pada satu titik, sehingga jiwa anda tidak pernah lepas, inilah yang membuat orang syirik tidak pernah diampuni oleh Allah swt, karena jiwanya tidak pernah naik. Orang meditasi masuk dalam dimensi materi, karena dia bergantung pada benda, sehingga ketenangannya hanya pada otak, bukan pada jiwa. Orang-orang yang beriman dan melaksanakan shalat ketenangannya bersumber dalam hatinya. Sehingga benarlah firman Allah swt “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs.ar-Ra’d[13]:28)

Tinggalkan Balasan

Translate »
WhatsApp us