Menu Tutup

Al-Laits bin Sa’ad, Ulama Berpenghasilan Milyaran Tapi Tidak Wajib Zakat

 

Al-Laits bin Sa’ad bin ‘Abdurrahman Al Fahmi, seorang alim dan imam di negeri Mesir. Lahir tahun 94 Hijriyah. Beliau hidup sezaman dengan Imam Malik bin Anas, imam negeri Hijrah, Madinah. Imam Asy Syafi’i pernah berkomentar bahwa imam dari Mesir ini lebih faqih daripada Malik.

Al-Laits juga terkenal sebagai seorang kaya raya yang memiliki jiwa derma yang mengagumkan. Diceritakan bahwa penghasilan al-Laits setiap tahun mencapai 5000 dinar.

1 dinar di zaman dahulu seukuran emas seberat 4,25 gram.

5000 x 4,25 gr emas = 21.250 gr emas. 21, 25 kg emas. Jika dirupiahkan, anggap 1 gr Rp 500.000, berarti 21.250 x 500.000 = 10.625.000.000, 10 Milyar 625 juta! Jadi penghasilan rata-rata sebulan 885.416.666,67 juta

Dalam riwayat lain, penghasilan al-Laits terkadang mencapai 12.000 dinar setahun.

Namun tentu bukan itu yang kita kagumi. Tapi yang harus kita teladani adalah pengakuan beliau : “aku belum pernah sekalipun terkena kewajiban zakat.” Berarti tidak sampai setahun, harta beliau telah diinfaqkan di jalan Allah dan harta yang ia simpan tak mencapai nishab untuk dikeluarkan zakatnya, Masya Allah.

Beliau berikan kepada Ibnu Lahi’ah ketika kitab-kitabnya terbakar 1000 dinar. Juga kepada Malik, dan Manshur bin ‘Ammar, masing-masing 1000 dinar. 1000 dinar itu sama dengan 4,25 Kg emas.

Qutaibah bin Sa’id menuturkan bahwa Al-Laits dalam setiap hari selalu bersedekah kepada 300 fakir miskin. Suatu ketika ada seorang wanita miskin meminta kepadanya madu sekedarnya untuk pengobatan anaknya yang sedang sakit. Lalu Al-Laits memberinya 1 drum madu, lebih kurang 56 kg.

Bila mengadakan perjalanan jauh maka beliau pergi bersama rombongan 3 buah kapal. Satu kapal diperankan sebagai dapur umum. satu kapal khusus untuk beliau dan keluarganya. Sedangkan satu kapal lagi adalah untuk para tamu beliau.

Bila cuaca dingin, maka beliau menghidangkan makanan berupa harisah (bubur dari daging cincang) yang dicampur dengan madu dan minyak samin dari lemak sapi. Bila cuaca panas, maka beliau menghidangkan makanan berupa sawis (bubur dari tepung gandum) dan biji lauz dicampur dengan gula. Dan tidaklah beliau makan siang atau makan malam kecuali bersama para tamu.

Suatu ketika beliau pergi haji. Ketika singgah di madinah, Imam Malik menghidangkan makanan berupa beberapa lembar roti basah dari gandum. Setelah itu beliau kembalikan wadahnya dengan menyisipkan 100 dinar untuk Imam Malik.

Harta yang banyak dan kecintaanya berinfaq di jalan Allah menunjukkan kezuhudan beliau terhadap dunia. beliau yakin, bahwa apa yang diinfaqkan di jalan Allah, itulah yang kekal. Itulah yang akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah.

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Terjemahan QS. An-Nahl : 96) []

Sumber : Majalah Sedekah Plus

Tinggalkan Balasan

Translate »
WhatsApp us